... Standard Chartered Lepaskan Bisnis Kartu Kredit dan KPR di Indonesia, Apa Alasannya? - Kalila Info

Search Suggest

Standard Chartered Lepaskan Bisnis Kartu Kredit dan KPR di Indonesia, Apa Alasannya?

Standard Chartered resmi lepaskan bisnis kartu kredit dan KPR di Indonesia ke Bank Danamon. Keputusan ini sejalan strategi baru Standard Chartered
Standard Chartered Lepaskan Bisnis Kartu Kredit dan KPR di Indonesia, Apa Alasannya

Kalilainfo.com - Standard Chartered Bank Indonesia (SCBI) baru-baru ini resmi mengumumkan telah menyelesaikan proses penjualan dan pengalihan sejumlah portofolio bisnis konsumernya, termasuk kartu kredit dan kredit pemilikan rumah (KPR), kepada PT Bank Danamon Indonesia Tbk (BDMN).

Pengalihan portofolio bisnis tersebut dilakukan pada 9 Desember 2022 dan meliputi kartu kredit, KPR, personal loan, serta auto loan. Keputusan Standard Chartered melepas lini bisnis konsumer di Indonesia terbilang cukup mengejutkan.

Lantas apa alasan di balik keputusan bank asal Inggris ini? Simak penjelasan lengkapnya berikut ini.

1. Fokus ke Bisnis Perbankan Prioritas dan Korporasi

Menurut Andrew Chia selaku Cluster Chief Executive Officer Standard Chartered untuk Indonesia dan Asia Tenggara, keputusan melepas sejumlah portofolio bisnis konsumer di Indonesia merupakan bagian dari perubahan strategi yang dijalankan grup sejak tahun 2021.

Strategi baru Standard Chartered Group berfokus untuk mengembangkan bisnis perbankan prioritas (priority banking), wealth management, serta perbankan korporasi dan komersial.

Dengan fokus pada lini bisnis tersebut, Andrew Chia meyakini Standard Chartered bisa memberikan layanan dan produk yang lebih baik bagi nasabah prioritas serta klien korporasinya.

Selain itu, bank juga bisa mempercepat transformasi digital guna meningkatkan layanan kepada nasabah mass retail. Dengan demikian, produk dan layanan Standard Chartered ke depannya akan lebih terfokus pada segmen menengah ke atas.

2. Tingkat Persaingan Ketat di Bisnis Konsumer

Alasan lain yang kerap dikemukakan adalah tingginya tingkat persaingan di lini bisnis konsumer perbankan. Apalagi dengan maraknya fintech lending atau pinjaman online belakangan ini.

Menurut Aviliani, seorang ekonom senior dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), sulit bagi bank-bank asing seperti Standard Chartered untuk bersaing di segmen konsumer Indonesia.

Pasalnya, selain harus berhadapan dengan pesaing bank-bank lokal, kini muncul juga ancaman dari perusahaan fintech peer-to-peer (P2P) lending.

Begitu pula dengan pendapat Doddy Ariefianto dari Binus University, yang menilai produk KPR dan kartu kredit yang ditawarkan bank-bank lokal jauh lebih unggul dibandingkan Standard Chartered.

Belum lagi saat ini gencarnya penawaran produk pinjaman online (pinjol) dan _buy now pay later_ (BNPL) yang menjadi alternatif pembiayaan konsumsi masyarakat.

3. Biaya Operasional Lebih Tinggi

Selain persaingan yang ketat, biaya operasional bank asing seperti Standard Chartered di Indonesia juga jauh lebih tinggi. Hal ini tentu menjadi penghambat untuk mengembangkan skala bisnis konsumer.

Sebagai perbandingan, tingkat BOPO bank-bank besar di Indonesia seperti BCA, Bank Mandiri, BRI, dan BNI berkisar pada angka 60-70%. Sedangkan rata-rata BOPO industri perbankan Tanah Air adalah sekitar 80%.

Namun biaya operasional Standard Chartered jauh di atas rata-rata tersebut. Pada 2021 lalu misalnya, rasio BOPO Standard Chartered mencapai 95,3%. Angka yang sangat tinggi dan tentu saja tidak efisien jika harus bersaing di lini bisnis massal seperti KPR dan kartu kredit.  

4. Kondisi Ekonomi Global yang Mengkhawatirkan

Faktor lain yang perlu diperhitungkan adalah situasi perekonomian global saat ini yang diprediksi akan melambat di tahun 2024. Kondisi ini tentu sangat berpengaruh bagi kinerja bank-bank internasional seperti Standard Chartered. 

Oleh karena itu, langkah strategis yang diambil adalah dengan memfokuskan bisnis pada segmen yang lebih menguntungkan dan berisiko rendah, seperti perbankan korporasi dan institusi.

Di tengah kondisi ekonomi global yang penuh ketidakpastian ini, bisnis KPR dan kartu kredit massal terbilang kurang menjanjikan bagi Standard Chartered.

5. Regulasi Perbankan Semakin Ketat

Regulasi perbankan di Indonesia belakangan memang cenderung semakin diperketat. Hal ini tentu menjadi tantangan tersendiri bagi bank asing seperti Standard Chartered.

Beberapa regulasi baru yang dikeluarkan antara lain terkait penerapan manajemen risiko, batas maksimum pemberian kredit (BMPK), hingga kewajiban penyediaan modal minimum (KPMM).

Tak hanya itu, Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga tengah menggodok regulasi terkait keberadaan bank asing di Indonesia. 

Rencananya bakal ada pembatasan kepemilikan saham bank oleh investor asing. Hal ini diperkirakan akan semakin menyulitkan operasional Standard Chartered dan bank-bank asing lainnya di dalam negeri.

Apa Dampak Penjualan Bisnis Konsumer Standard Chartered?

Menarik untuk dicermati dampak dari langkah Standard Chartered yang melepas sejumlah portofolio bisnis konsumernya di Tanah Air. 

Pertama, langkah ini diperkirakan akan semakin memperkuat posisi Bank Danamon sebagai bank swasta nasional terbesar ketiga di Indonesia dari sisi aset.

Pasalnya, pengalihan portofolio konsumer Standard Chartered ini menambah total aset Bank Danamon sebesar Rp 19 triliun.

Kedua, aksi korporasi ini juga berpotensi meningkatkan pangsa pasar Bank Danamon pada beberapa produk seperti KPR dan kartu kredit. 

Meski porsinya tidak terlalu signifikan, setidaknya bisa memperkuat basis nasabah Bank Danamon di segmen menengah.

Ketiga, bagi Standard Chartered sendiri, keputusan ini memungkinkan bank untuk meningkatkan fokus pada lini bisnis yang lebih menguntungkan seperti wealth management dan perbankan korporasi.

Selain itu, Standard Chartered bisa mengalokasikan sumber daya yang lebih besar untuk mengakselerasi transformasi digital demi menyediakan layanan perbankan digital kelas dunia bagi nasabahnya.

Kesimpulan

Itulah ulasan mengenai alasan Standard Chartered Bank melepas sejumlah portofolio bisnis konsumernya, seperti KPR dan kartu kredit, ke Bank Danamon beserta analisis dampaknya.

Keputusan ini diambil manajemen Standard Chartered dalam rangka menjalankan strategi baru yang lebih berfokus pada lini bisnis perbankan prioritas, wealth management, serta perbankan korporasi dan komersial. 

Dengan langkah ini, Standard Chartered bisa menyediakan produk dan layanan yang lebih unggul di segmen yang ditargetkan, yaitu nasabah menengah ke atas.

Di sisi lain, aksi korporasi ini berpotensi memperkuat posisi Bank Danamon sebagai bank swasta terbesar ketiga sekaligus memperluas basis nasabahnya.

Baca Juga

Posting Komentar

Harap berkomentar tidak mengganggu ya